Selasa, 28 Agustus 2012

SINUSITIS


SINUSITIS

Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis ethmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pan sinusitis.

Etiologi
Terjadinya sinusitis dapat merupakan perluasan infeksi dari hidung (rinogen), gigi dan gusi (dentogen), faring, tonsil serta penyebaran hematogen walaupun jarang. Sinusitis juga dapat terjadi akibat trauma langsung, barotrauma, berenang atau menyelam.
Faktor predisposisi yang mempermudah terjadinya sinusitis adalah kelainan anatomi hidung, hipertrofi konka, polip hidung, dan rinitis alergi.Rinosinusitis ini sering bermula dari infeksi virus pada selesma, yang kemudian karena keadaan tertentu berkembang menjadi infeksi bakterial dengan penyebab bakteri patogen yang terdapat di saluran napas bagian atas. Penyebab lain adalah infeksi jamur, infeksi gigi, dan yang lebih jarang lagi fraktur dan tumor.

Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM). Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan polip dan kista.


Faktor Predisposisi
Obstruksi mekanik seperti deviasi septum, hipertrofi konka media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung merupakan faktor predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu rinitis kronis serta rinitis alergi juga menyebabkan obstruksi ostium sinus serta menghasilkan lendir yang banyak, yang merupakan media untuk tumbuhnya bakteri. Sebagai faktor predisposisi lain ialah lingkungan berpolusi, udara dingin serta kering, yang dapat mengakibatkan perubahan pada mukosa serta kerusakan silia.

Diagnosis
Penegakan diagnosis sinusitis secara umum:
1.      Kriteria Mayor :
-          Sekret nasal yang purulen
-          Drenase faring yang purulen
-          Purulent Post Nasaldrip
-          Batuk
-          Foto rontgen (Water’sradiograph atau air fluid level) : Penebalan lebih 50% dari antrum
-          Coronal CT Scan : Penebalan atau opaksifikasi dari mukosa sinus

2.      Kriteria Minor :
-          Sakit kepala                                                     -     Edem periorbital
-          Nyeri di wajah                                                -     Sakit gigi
-           Nyeri telinga Sakit tenggorok                        -     Nafas berbau
-           Bersin-bersin bertambah sering                      -     Demam
-          Tes sitologi nasal (smear) : neutrofil dan bakteri
-          Ultrasound

Kemungkinan terjadinya sinusitis jika :
Gejala dan tanda : 2 mayor, 1 minor dan ≥ 2 kriteria minor

Pemeriksaan Penunjang
1.      Laboratorium
o   Tes sedimentasi, leukosit, dan C-reaktif protein dapat membantu diagnosis sinusitis akut
o   Kultur merupakan pemeriksaan yang tidak rutin pada sinusitis akut, tapi harus dilakukan pada pasien immunocompromise dengan perawatan intensif dan pada anak-anak yang tidak respon dengan pengobatan yang tidak adekuat, dan pasien dengan komplikasi yang disebabkan sinusitis.
2.      Imaging
o   Rontgen sinus, dapat menunjukan suatu penebalan mukosa, air-fluid level, dan perselubungan.Pada sinusitis maksilaris, dilakukan pemeriksaan rontgen gigi untuk mengetahui adanya abses gigi.
o   CT-Scan, memiliki spesifisitas yang jelek untuk diagnosis sinusitis akut, menunjukan suatu air-fluid level pada 87% pasien yang mengalami infeksi pernafasan atas dan 40% pada pasien yang asimtomatik. Pemeriksaan ini dilakukan untuk luas dan beratnya sinusitis.
·          MRI sangat bagus untuk mengevaluasi kelainan pada jaringan lunak yang menyertai sinusitis, tapi memiliki nilai yang kecil untuk mendiagnosis sinusitis akut
Klasifikasi
            Secara klinis sinusitis dapat dikategorikan sebagai sinusitis akut bila gejalanya berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu. Sinusitis subakut bila berlangsung dari 4 minggu sampai 3 bulan dan sinusitis kronik bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
            Tetapi apabila dilihat dari gejalanya, maka sinusitis dianggap sebagai sinusitis akut bila terdapat tanda-tanda radang akut. Dikatakan sinusitis subakut bila tanda-tanda radang akut sudah reda dan perubahan histologik bersifat reversible dan disebut sinusitis kronik,bila oerubahan histologik mukosa sinus sudah irreversible, misalnya sudah berubah menjadi jaringan granulasi atau polipoid. Sebenarnya klasifikasi yang tepat ialah berdasarkan pemeriksaan histopatologik, akan tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dikerjakan.
 
1.    Sinusitis Akut
       Penyakit ini dimulai dengan penyumbatan daerah kompleks osteomeatal oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi. Selain itu juga dapat merupakan penyebaran dari infeksi gigi.

Etiologi
(1) rinitis akut
(2) infeksi faring, seperti faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut
(3) infeksi gigi rahang atas M1, M2, M3, serta P1 dan P2 (dentogen)
(4) berenang dan menyelam
(5)trauma dapat menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal
(6) barotrauma dapat menyebabkan nekrosis mukosa.
Gejala Subyektif
Gejala sebjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lockal. Gejala sistemik ialah demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus kental yang kadang – kadang berbau dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri didaerah sinus yang terkena, serta kadang – kadang dirasakan juga ditempat lain karena nyeri alih (referred pain).
Pada sinusitis maksila nyeri dibawah kelopak mata dan kadang – kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan didepan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis ethmoid di pangkal hidung dan kantus medius. Kadang – kadang dirasakan nyeri di bola mata atau dibelakangnya, dan nyeri akan bertambah bila mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di pelipis (parietal). Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan nyeri diseluruh kepala. Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, dibelakang bola mata dan didaerah mastoid.

Gejala Obyektif
Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata atas, pada sinusitis ethmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang normal.

Pemeriksaan radiologik yang dibuat adalah posisi Waters, PA dan lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan udara (air fluid level) ada sinus yang sakit.


Pemeriksaan Mikrobiologi
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam – macam bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen, seperti Pneumococcus, Streptococcus, Stphylococcus dan Haemophylus influeanzae. Selain itu mungkin juga ditemukan virus atau jamur.

Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10 – 14 hari, meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan adalah golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes hidung, untuk memperlancar drainase sinus. Boleh diberikan analgetika untuk menghilangkan rasa nyeri.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau bila ada nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.

2.   Sinusitis Subakut
Gejala klinisnya sama dengan sinusitis akut hanya tanda-tanda radang akutnya (demam, sakit kepala, nyeri tekan) sudah reda.
Pada rinoskopi anterior tampak sekret purulen di meatus medius atau superior. Pada rinoskopi posterior tampak secret purulen di nasofaring. Pada pemeriksaan transiluminasi tampak sinus yang sakit suram atau gelap.
Terapinya mula-mula diberikan medikamentosa, bila perlu dibantu dengan tindakan, yaitu diatermi atau pencucian sinus.
Obat-obat yang diberikan berupa antibiotika berspektrum luas, atau yang sesuai dengan tes resistensi kuman, selama 10-14 hari. Juga diberikan obat-obat simtomatis berupa dekongestan local (obat tetes hidung) untuk memperlancar draenase. Obat tetes hidung hanya boleh diberikan untuk waktu yang terbatas (5 sampai 10 hari), karena kalau terlalu lama dapat menyebabkan rhinitis medikamentosa. Selain itu, dapat diberikan analgetika, antihistamin, dan mukolitik.
Tindakan dapat berupa diatermi dengan sinar gelombang pendek (ultra short wave diathermy), sebanyak 5-6 kali pada daerah yang sakit untuk memperbaiki vaskularisasi sinus. Kalau belum membaik, maka dilakukan pencucian sinus dan juga pembedahan non radikal, seperti bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) untuk membersihkan daerah Kompleks Ostio Meatal sehingga mukosa sinus kembali normal

3. Sinusitis Kronik
            Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna.  Adanya infeksi akan menyebabkan edema konka, sehingga drenase sekret akan terganggu. Drenase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak dan seterusnya.

Gejala Subyektif
Gejala subyekif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:
·         Gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca nasal drip (post nasal drip).
·         Gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
·         Gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena tersumbatnya tuba Eustachius.
·         Adanya nyeri/sakit kepala.
·         Gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-lakrimalis.
·         Gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang terdapat komplikasi di paru, beruoa bronchitis atau bronkietaksis atau asma bronchial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.
·         Gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat menyebabkan gastroenteritis,`sering terjadi pada anak.

Kadang-kadang gejala sangat ringan hanya terdapat sekret di nasofaring yang meengganggu pasien. Sekret pasca nasal yang terus-menerus akan mengakibatkan batuk kronik.
Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari dan akan berkurang atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung dan sinus serta adamya stasis vena.

Gejala obyektif
Pada sinusitis kronis, temuan pemeriksaan klinis tidak seberat sinusitis akut dan tidak terdapat pembengkakan pada wajah. Pada rinoskopi anterior dapat ditemukan sekret kental purulen dari meatus medius atau meatus superior. Pada rinoskopi posterior tampak sekret purulen di nasofaring atau turun ke tenggorok.
Pemeriksaan mikrobiologik
            Biasanya merupakan infeksi campuran oleh bermacam-macam mikroba, seperti kuman aerob S. aureus, S. viridians, H. Influenzae dan kuman anaerob Peptostreptokokus dan Fusobakterium.

Diagnosis sinusitis kronik
            Dibuat berdasarkan anamnesis yang cermat, pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior serta pemeriksaan penunjang berupa transiluminasi untuk sinus maksila dan sinus frontal, pemeriksaan radiologik, pungsi sinus maksila, sinoskopi sinus maksila, pemeriksaan histopatologik dari jaringan yang diambil pada waktu dilakukan sinoskopi, pemeriksaan meatus medius dan meatus superior dengan menggunakan naso-endoskopi dan pemeriksaan CT-scan.

Terapi
Pada sinusitis kronis perlu diberikan terapi antibiotik untuk mengatasi infeksinya dan obat-obatan simtomatis lainnya. Antibiotik diberikan selama sekurang-kurangnya 2 minggu. Selain itu dapat juga dibantu dengan diatermi gelombang pendek selama 10 hari di daerah sinus yang sakit.
Tindakan lain yang dapat dilakukan ialah tindakan untuk membantu memperbaiki drenase dan pembersihan sekret dan sinus yang sakit.  Untuk sinusitis maksila dilakukan pungsi dan irigasi sinus, sedangkan untuk sinusitis etmoid, frontal atau sphenoid dilakukan tindakan pencucian Proetz.  Irigasi dan pencucian sinus ini dilakukan 2 kali dalam seminggu. Bila setelah 5-6 kali tidak ada perbaikan dan klinis masih tetap banyak sekret purulen, berarti mukosa sinus sudah tidak dapat kembali normal (perubahan irreversible), maka perlu dilakukan operasi radikal.
Untuk mengetahui perubahan mukosa masih reversible atau tidak, dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan sinoskopi, yaitu melihat antrum (sinus maksila) secara langsung dengan menggunakan endoskop.
Komplikasi Sinusitis
CT-Scan penting dilakukan dalam menjelaskan derajat penyakit sinus dan derajat infeksi di luar sinus, pada orbita, jaringan lunak dan kranium. Pemeriksaan ini harus rutin dilakukan pada sinusitis refrakter, kronis atau berkomplikasi.
1.      Komplikasi orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering. Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat menimbulkan infeksi isi orbita.
Terdapat lima tahapan :
·         Peradangan atau reaksi edema yang ringan. Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
·         Selulitis orbita, edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun pus belum terbentuk.
·         Abses subperiosteal, pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan proptosis dan kemosis.
·         Abses orbita, pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius. Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin bertambah.
·         Trombosis sinus kavernosus, merupakan akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus, kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
Secara patognomonik, trombosis sinus kavernosus terdiri dari :
a.       Oftalmoplegia.
b.      Kemosis konjungtiva.
c.       Gangguan penglihatan yang berat.
·         Tanda-tanda meningitis oleh karena letak sinus kavernosus yang berdekatan dengan saraf kranial II, III, IV dan VI, serta berdekatan juga dengan otak.

2.      Mukokel
Mukokel adalah suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
Piokel adalah mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih akut dan lebih berat.
Prinsip terapi adalah eksplorasi sinus secara bedah untuk mengangkat semua mukosa yang terinfeksi dan memastikan drainase yang baik atau obliterasi sinus.

3.      Komplikasi Intra Kranial
·         Meningitis akut, salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
·         Abses dural adalah kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra kranial.
·         Abses subdural adalah kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala yang timbul sama dengan abses dura.
·         Abses otak, setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak. Terapi komplikasi intra kranial ini adalah antibiotik yang intensif, drainase secara bedah pada ruangan yang mengalami abses dan pencegahan penyebaran infeksi.

4.      Osteomielitis dan abses subperiosteal
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala sistemik berupa malaise, demam dan menggigil

DAFTAR PUSTAKA

1.      Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinusitis. Dalam buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher. FKUI. Jakarta 2007. Hal 150-3
2.      Ghorayeb B. Sinusitis. Dalam Otolaryngology Houston. Diakses dari www.ghorayeb.com/AnatomiSinuses.html
3.      Damayanti dan Endang. Sinus Paranasal. Dalam : Efiaty, Nurbaiti, editor. Buku Ajar Ilmu Kedokteran THT Kepala dan Leher, ed. 5, Balai Penerbit FK UI, Jakarta 2002, 115 – 119.
4.        Adam,Boies, Higler, Boies Buku Ajar Penyakit THT edisi 6, EGC, Jakarta,1997
5.        Guyton,AC, Hall,JE, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, 1997, editor: irawati setiawan, ed. 9, 1997, Jakarta: EGC
6.        Pearce, Evelyn C, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia, Jakarta,2004
7.        Spanner, Spalteholz, Atlas Anatomi Manusia, Bagian ke II, edisi 16, Hipokrates, Jakarta,1994.
8.        Soepardi, Efiaty Arsyad dkk, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher edisi 5, FK UI, 2006.

1 komentar:

  1. artikel yang sangat menarik dan bermanfaat, makasih banyak...

    http://www.tokoobatku.com/obat-herbal-penyakit-sinusitis/

    BalasHapus